Selasa, 22 Juni 2010
NGABEN CEREMONY
Ngaben is cremation is carried out in Bali, especially by the Hindus, where Hinduism is the religion of the majority on the island of thousand temple. In the Panca Yadnya, this ceremony is included in Yadnya Pitra, namely the ceremony devoted to the spirit lelulur. Ngaben ceremony at its core meaning is to restore the ancestral spirits (dead) to its original place. A man has Pedanda said Bayu, Word, IDEP, and after death Bayu, Word, IDEP was restored to Brahma, Vishnu, Shiva.
Ngaben ceremony is usually conducted by family relatives of the deceased, as a form of respect for a child to his parents. In all these ceremonies typically spend 15 million to 20 million rupiah.This ceremony is usually done with colorful, no sobs, because in Bali there is a belief that we should not mourn those who have died because it could hamper the spirits of the journey toward his place.
Day of execution is determined by finding Ngaben good day which is usually determined by Pedanda. A few days before the ceremony conducted Ngaben families assisted by the community will create a "Bade and Ox" a very stately wooden, colored paper and other materials. "Bade and Ox" This is where the body which will be held Ngaben.
Rabu, 02 Juni 2010
Penyucian Diri ( Melukat )
Alam semesta ini adalah rangkaian samudera energi yang maha luas. Tubuh dan pikiran kita-pun juga serangkaian energi. Para penekun jalan Tantra dan Laya Yoga [kundalini] yang menggunakan olah energi sebagai jalan spiritual mereka, umumnya sangat memahami hal ini.
Melukat [Jawa : ruwatan air] adalah salah satu ciri khas spiritualisme Hindu Bali dan Jawa. Tempat lain di dunia dimana juga memiliki ciri khas seperti ini adalah India [Hindu] dan Tibet [Buddha]. Melukat telah ada setidaknya sejak jaman Veda, sebab dalam Veda tentang melukat ada dibahas dalam belasan sloka.
Melukat merupakan upaya pembersihan badan energi dan pikiran energi manusia melalui media air. Air adalah media penghantar energi suci alam semesta yang sangat baik. Air berfungsi ganda yaitu sebagai media dan sekaligus sumber energi alam. Dengan melukat, energi kesadaran dalam pikiran kita secara otomatis bisa lebih ditingkatkan, melalui vibrasi energi alam semesta yang mengandung energi kesucian. Demikian juga halnya dengan badan energi kita yang dinetralisir dari energi-energi negatif.
Ada empat faktor yang menentukan di dalam proses melukat, yaitu :
1. Kebersihan keseharian kita sendiri.
Analogi yang mungkin mendekati untuk bisa menjelaskan adalah : pikiran dan badan kita ini ibarat gelas yang akan menampung energi alam dan energi alam ibarat air yang akan mengisi gelas tersebut. Semakin bersih pikiran kita dari sad ripu, semakin besar ”gelas-nya”, sehingga semakin banyak energi alam yang bisa ”ditampung” dan hasilnya tentu semakin baik.
Tapi jangan khawatir bagi orang yang merasa kesehariannya kurang ”bersih”. Melukat sangat membantu menetralisir energi-energi negatif di dalam diri kita. Tapi dengan catatan hal ini harus dilakukan dengan rutin. Melukat merupakan sebuah hal yang sangat membantu jika kita ingin meningkatkan pertumbuhan [evolusi] jiwa kita.
2. Lokasi.
Lokasi melukat dengan air-nya sebagai media melukat sangatlah penting untuk kita perhatikan, baik secara niskala maupun sekala.
Secara niskala : sumber mata air / campuhan / laut tempat melukat, harus memiliki vibrasi energi alam yang kuat. Akan tetapi tentunya hal ini tidak bisa dilihat oleh orang biasa secara kasat mata, hanya bisa dilihat oleh orang-orang yang mata bathinnya sudah terbuka.
Secara sekala : sumber mata air / campuhan / laut tempat melukat, harus memiliki air yang bersih.
3. Waktu.
Sebenarnya waktu untuk melukat baik dan bisa dilakukan kapan saja. Akan tetapi pada waktu-waktu tertentu vibrasi alam lebih kuat dibandingkan hari-hari lainnya.
Kalender Bali dan Kalender Jawa [dengan dewasa ayu / hari baik-nya] sebenarnya adalah buku petunjuk yang diwariskan oleh tetua kita untuk kita semua, untuk bisa membantu kita mengenali hari-hari mana saja yang memiliki vibrasi alam yang kuat untuk kegiatan tertentu.
Salah satu pemilihan waktu [dimana vibrasi alam kuat] untuk melukat yang disarankan [oleh Rumah Dharma] adalah pada saat Purnama, Purwani [satu hari sebelum dan sesudah purnama], Ngembak Geni [sehari setelah Nyepi], Banyu Pinaruh [sehari setelah hari raya Saraswati] dan Tilem [bulan mati].4. Tehnik.
Di bagian penjelasan tentang tehnik ini ada dua hal yang sebaiknya menjadi perhatian kita.
- Pertama : persembahyangan, baik sebelum melukat, saat melukat maupun setelah melukat.
Dimanapun kita melukat, sangat penting untuk sembahyang sebelum melukat. Cukup dengan bekal satu canang dan dupa, kita memohon kepada dewa atau dewi yang berstana disana [di beji atau mata air / titik lokasi campuhan / laut], agar melalui penglukatan tersebut kita dibersihkan dari segala kekotoran badan dan pikiran. Misalnya untuk di laut, kita mohonkan kepada Hyang Baruna [Dewa Varuna].
Saat kita melukat, ucapkan mantram : Om sarira parisudhamàm swàha [semoga badan fisik dan badan pikiran hamba menjadi suci]. Kalau melukat di mata air, ucapkan mantram tersebut di setiap pancuran [masing-masing] sebelum kita membasahi diri dengan air pancuran. Kalau melukat di campuhan atau laut, ucapkan mantram tersebut sebelum kita membenamkan diri di dalam air atau membasahi diri.
Setelah melukat dan berpakaian kering, kita kembali sembahyang. Kalau kita melukat di suatu pura, kalau tadi sebelum melukat kita sembahyang di beji / mata air, setelah melukat kita hendaknya sembahyang di utama mandala pura tersebut. Kalau kita melukat di laut, cukup di pinggir pantai saja.
- Kedua : yang terbaik adalah aliran / gerakan air harus mengenai seluruh tubuh kita secara langsung tanpa penghalang apa-apa. Tentunya kita juga harus memperhatikan desa, kala, patra [lokasi, waktu dan kesiapan kita sendiri]. Akan tetapi kalau memungkinkan untuk dilakukan, inilah tehnik / cara yang terbaik.
Bersumber dari
Rumah Dharma – Hindu Indonesia
9 Mei 2010
Langganan:
Postingan (Atom)